Text
Epistemologi Islam : argumen al-Ghazali atas superioritas ilmu Ma'rifat
Hujjah al-Islam Abu Hamid Muhammad al-Ghazali (w.1111), tidak saja mengakui empiris, rasio, intuisi dan otoritas sebagai sumber pengetahuan, sebagaimana epistemologi modern, tetapi ia menunjukkan keniscayaan superioritas ladunniy (ilham-wahyu) dan otoritas (wali-nabi) dalam pengetahuan dan kebenaran. la mengembalikan pengetahuan dan kebenaran itu kepada sumbersegalasumber pengetahuan yaitu Allah al-Haqqal-Mubin. Ragam pengetahuan itu kemudian disusun secara hierarkis dalam struktur ilmu pengetahuannya, dengan menempatkan marifah sebagai puncaknya, dengan marifah al-Dzat, sebagai muara akhir segala macam pengetahuan dan kebenaran. Realitas akhir tersebut hanya bisa dicapai oleh para waliyullah. Saat kesadaran benar-benar tersita oleh aI-fardaniyyah al-mandlah, maka terjadilah fang bahkan fang Mereka tenggelam dalam baqa yang secara kurang tepat disebut hulul oleh al-Hal laj dan ittihad oleh Abu Yazid al-Busthami. Bagi mereka yang telah lama pada rnaqam ini menurut al-Ghazali, akhirnya akan dapat meneguhkan kembali dualitas yang semula sirna, sehingga tercapailah wahdat al-syuhud. Dua pendekatan ditawarkannya untuk mencapai berbagai jenis pengetahuan yang ada, yaitu : al-ta'lim al-insaniy (pendekatan humanistik) dan al-ta'lim al-rabbaniy (pendekatan transendental). Pendekatan pertama berguna untuk memperoleh ilmu pengetahuan empirik-rasional. Adapun pendekatan kedua untuk memperoleh pengetahuan intuitif ladunniy.
Tidak tersedia versi lain