Text
Ketidaksepakatan masyarakat terhadap pelaksanaan kursus calon pengantin (studi kasus di KUA Kecamatan Pesantren Kota Kediri)
Kementrian agama RI mengeluarkan kebijakan wajibnya mengikuti kegiatan kursus calon pengantin bagi setiap orang yang hendak melaksanakan perkawinan di guna memberikan bekal ilmu kekeluargaan sebagai bekal dalam menjalankan kehidupan berumah tangganya nanti. Kebijakan tersebut termaktub dalam Peraturan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam No.DJ.II/491 tahun 2009 dan dikuatkan lagi dalam Keputusan Dirjen Bimas Islam No. 373 Tahun 2017 namun tidak semua khususnya masyarakat wilayah kecamatan Pesantren Kota Kediri bisa menerima kebijakan tervehut sepenuhnya dengan berbagai macam alasan. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini yakni Apa alasan dan faktor penyebab sebagian masyarakat Pesantren kota Kediri tidak sepakat terhadap kebijakan Ksementrian Agama yang mewajibkan kursus calon pengantin sebagai syarat dicatatnya perkawinan dan juga Bagaimana tinjauan sosiologi hukum terkait fenomena tidak sepakatnya Sebagian masyarakat wilayah Pesantren Kota Kediri terhadap kebijakan Kementrian Agama yang mewajibkan kursus calon pengantin sebagai syarat dicatatnya perkawinan.
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) dan bersifat deskriptif analitik yakni penelitian yang menjelaskan dan menggambarkan data yang diperoleh dari lapangan, serta menganalisisnya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, sumber data yang digunakan adalah linformasi dari para informan, dilengkapi dengan sumber data primer dan data sekunder Pengumpulan data tersebut ditempuh dengan dua langkah yaitu wawancara (interview), dan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan bahwasanya yang menjadi stimulus atau perangsang timbulnya gejala sosial berupa masyarakat Pesantren Kota Kediri kurang sepakat terhadap aturan wajihnya mengikuti kegiatan kursus calon pengantin adalah keterbatasan waktu yang dimiliki oigh sebagian orang untuk mengikuti kegiatan tersebut seperti halnya sulit meminta izin libur kerja, kemudian adanya anggapan bahwa tidak semua masyarakat perlu diberikan bimbingan pra nikah, kemudian dengan diwajibkanya kurues calon pengantin seolah mekanisme pencatatan perkawinan di KUA menjadi semakin rumit dan selanjutnya yakni jarak antar pasangan yang terkadang jauh sehingga sulit untuk hadir mengikuti kegiatan ini, stimulus rangsangan tersebut kemudian menimbulkan respon atau dampak berupa pelaksanaan kursus aos penganti KUA Pesantren belum bisa maksimal.
Tidak tersedia versi lain