Text
Jual beli telur puyuh dengan sistem Kanthetan ditinjau dari hukum Islam (studi kasus di Desa Wanengpaten Kecamatan Gampengrejo)
Manusia tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri maka dari itu manusia melakuakan transaksi satu dengan yang lain untuk memenuhinya, traksaksi yang biasa dilakukan di zaman sekarang berupa jual beli karena dalam praktiknya jual beli dinilai lebih baik, dalam Islam menghalalkan jual beli yang jelas dalam al-qur'an, jual beli yang dimaksud haruslah sesuai dengan rukun dan syarat yang telah ditentukan. Puyuh merupakan hewan yang sering menjadi objek jual beli untuk memenuhi kebutuhan sebagai bahan makanan yang dirasa lebih murah dibandingkan daging lain. Puyuh ini selain bisa di jual daging dan telurnya. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana praktik jual beli telur puyuh dengan sistem kanthetan dan bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap jual beli telur puyuh di Desa Wanengpaten.
Skripsi ini merupakan hasil penelitian lapangan (field research) di desa Wanengpateng Gampengrejo. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode wawancara, dan dokumentasi. Selanjutnya data yang dikumpulkan disusun dan dianalisis dengan menggunakan menggunakan metode kualitatif, yakni mendekripsikan data data mengenai jual beli telur puyuh, kemudian dianalisis dengan pola pikir induktif yang mana berpijak pada fakta yang ada di lapangan, yaitu menganalisis menggunakan teori jual beli hukum Islam, sehingga pada akhirnya didapatkan suatu kesimpulan.
Di dalam praktik jual beli telur puyuh di Desa Wanengpaten bahwasanya tengkulak berbuat curang terhadap peternak dengan berbohong mengenai kenaikan harga di pasar. Pada saat harga telur puyuh mengalami kenaikan, tengkulak hanya membayar setengahnya saja, dan membayar sisanya saat penyerahan telur berikutnya. Pada hari berikutnya tengkulak tidak melunasi sisa pembayaran dan hanya membayar telur setengah lagi dan hal ini berkelanjutan hingga harga telur mengalami penurunan. Pada saat harga turun tengkulak melunasi semua sisa pembayarannya kepada peternak akan tetapi sangat disayangkan tengkulak membayar sisa pembayaran telur dengan menyamakan harga saat turun. Harusnya membayar sesuai dengan harga naik. Sehingga jual beli tersebut terdapat unsur gharur dan jual beli menjadi batal.
Sejalan dengan uraian diatas, sebaiknya peternak bersikap lebih tegas agar hal demikian tidak terulang lagi. Dan tengkulak haruslah melaksanakan jual beli sesuai dengan kesepakatan, sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan.
Tidak tersedia versi lain