Text
Kredibilitas perawi hadits dalam musnad Ahmad B. Hanbal yang teridentifikasi mihnah
Perkembangan dunia Hadis telah melewati berbagai fase dan penuh dengan rintangan. Selain fokus pada kajian periwayatan Hadis, Muhaddisin juga dihadapkan dengan persoalan yang bersifat eksternal. Hal itu terlihat setelah terjadi pergolakan politik umat Islam yang melibatkan antara Ahlul Hadis (tekstualis) dengan Ahlul Ra'yi (rasionalis). Intensitas perseteruan Ahlul Hadis dengan Ahlul Ra'yi sudah ada sejak akhir abad I ketika masa Imam Abū Hanifah. Adapun faktor alasannya ialah saling mengunggulkan argumen satu sama lain antara dalil teks dan pendapat rasio (akal). Konflik tersebut berlanjut di abad II setelah aliran Mu'tazilah (aliran rasionalis) mendapat tempat di tubuh dinasti Abbasiyah dengan memanfaatkan peristiwa mihnah untuk menyerang kalangan Muhaddisin (aliran tekstualis). Khalifah al-Ma'mün menyerukan statement kontroversial yang belum pernah ada pada zaman Nabi yaitu khalq Alquran (mengakui kemakhlukan Alquran). Peristiwa mihnah kemudian diserukan oleh sang khalifah kepada semua kalangan termasuk para perawi Hadis agar serentak mengakui dan menerima statement tersebut.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian pustaka (Library Research) yang dilakukan dengan cara mencari dan mengumpulkan data-data dari karya-karya ilmiah tertulis. Dalam ini penulis menggunakan sumber data primer yaitu kitab Musnad Ahmad dan sumber data sekunder berupa karya atau kitab tärikh Islam, buku, jurnal, skripsi dan karya lainnya yang relevan dengan pembahasan kredibilitas perawi Hadis dalam kitab Musnad Ahmad yang diuji dalam peristiwa mihnah. Adapun metode analisa yang digunakan dalam penelitian menggunakan historis dan wa al-Ta'dil.
Dari analisa data, penulis mengamati bahwa ada lima perawi yang diuji peristiwa mihnah dan riwayatnya terdapat di dalam kitab Musnad Ahmad b. Hanbal. Adapun lima perawi yang dimaksud Yahya b. Ma'in, Qutaibah b. Sa'id al-Baghlani, Sa'id b. Sulaiman al- Dubi atau Sa'duwaib, Ismall b. Ibrahim b. Ma'mar al-Harawi dan "Ubaid Allah b. 'Umar b. Maisarah al-Qawäriri. Para kritikus Hadis seperti Ibnu Hajar masih mengakui kredibilitas kelima perawi tersebut. Ibnu Hajar sendiri menilai mereka pada tingkatan pertama thiqah (thiqah mashhur, thiqah hafiz, thiqah thabt). Terdapat sebuah kaidah dari al-Jarty wa al- Ta'dil yang berbunyi "al-Jarhu al-Nashi" an 'adawah dunyawiyah là yu'tadu bih," bahwasanya suatu penilaian Jarh (cela) yang muncul disebabkan karena permusuhan duniawi, maka tidak perlu diperhitungkan. Hal ini yang menjadi bukti bahwa kredibilitas perawi Hadis yang diuji dalam peristiwa mihnah pada kitab Musnad Ahmad masih layak diakui serta riwayatnya masih dapat dijadikan sebagai rujukan. Selain faktor agama, peristiwa mihnah sesungguhnya juga dilatar belakangi oleh legitimasi kekuasaan dari khalifah demi mengukuhkan kekuasaannya (bersifat duniawi).
Tidak tersedia versi lain