Text
Kepemimpinan perempuan dalam hadits (studi perbandingan makna dalam kitab hadis)
Pemimpin umumnya adalah simbol yang hanya layak dipasang kepada lelaki dari zaman dahulu. Dalam sejarah dan bahkan sampai saat ini, ada sekelompok kecil orang-orang yang mengaku diri mereka orang lalam, tetapi mereka menolak hadis ata Sunnah Rasulullah sebagai ajaran Islam. Sejarah telah menunjukkan kedudukan perempuan pada masa Nabi Muhammad SAW, tidak hanya dianggap sebagai istri, pendamping, dan pelengkap laki-laki saja, tapi jaga dipandang sebagai manusia yang memiliki kedudukan yang setara dalam hak dam kewajiban dengan manusia lain dihadapan Allah SWT. Namun, hal tersebut masih saja dipandang sebelah mata oleh sebagian masyarakat, bahwa perempuan tak layak menjadi seorang pemimpin, seperti yang diriwayatkan dalam beberapa kitab hadis yang di dalamnya melarang perempuan untuk memimpin, meskipun ada sedikit perbandingan makna dalam isı hadis-hadis tersebut. Dalam pembahaan kali ini akan menganalisa bagaimana perbandingan makna hadis dalam kitab-kitab hadis. Lantas bagaimana sebenarnya kepemimpinan yang dibahas dalam hadis Nabi? Bagaimana analisa makna dari setiap hadis tersebut menjelaskan tentang kepemimpinan perempuan?.
Penelitian ini merupakan penelitian pustaka (Library Research), yaitu penelitian yang objek kajiannya adalah kepustakaan seperti buku-buku, jurnal, skripsi, thesis, disertasi dan literatur-literatur yang berkaitan dengan topik pembahasan. Teknik pengumpulan data diambil dalam penelitian im adal dokumentasi, yaitu dengan mengumpulkan berbagai sumber data, baik yang primer maupun sekunder. Selain itu mengklasifikasikan topik yang dikaji berdasarkan sub-sub pembahasan di dalamnya dan membahanya menggunak metode atau pendekatan tematik (maudku)
Setelah melakukan pengkajian secara mendalam, kepemimpinan perempuan dalam hadis riwayat Bukhori, At-Tirmidzi, An-Nasa'i dan Imans Ahmad melarang kepemimpinan perempuan, namun hal itu hanya diperuntukkan untuk patri raja Kisra menjadi pemimpin di Persia. Sedangkan memand para pemikir kontemporer memperbolchikan perempuan meminpes denga pertimbangan bahwa perempuan secara pendidikan dan kedudukan sudah setara laki-laki. Sehingga hal ini membuka peluang secara sabuka bagi kanun perempuan untuk menentukan pandangan, bekerja dan menduduki jabatan.
Tidak tersedia versi lain