Text
Penetapan wali adhol karena weton (adat Jawa) pada perkara Nomor: 0071/PDT.P/2012/PA.KDR.
Wali merupakan salah satu unsur penting dalam pernikahan, karena pernikahan tidak sah tanpa adanya wali. Meski demikian, dalam kenyataanya masih ada wali yang enggan menikahkan anak perempuanya, namun apabila wali tersebut menolak untuk menikahkan anaknya dapat dilihat dulu apa alasan wali tersebut menolak untuk menikahkan anaknya, apakah alasan syar'i atau alasan diluar syar'i. Perkara yang masuk di Pengadilan Agama Kediri di mana Majlis Hakim mengabulkan permohonan wali adhol terhadap pemohon, karena kepercayaan wali pada tradisi jawa (weton). Adanya hitungan weton ataupun tentang geyeng (wage pahing) yang dirasa wali tidak cocok menimbulkan kepercayaan terhadap adanya hal-hal yang tidak baik dalam kehidupan rumah tangga mempelai kelak. Hal ini yang menjadikan seorang wali enggan menjadi wali nikah dari putrinya. Perkara ini masuk dalam berkas perkara Nomor: 0071/Pdt.P/2012/PA.Kdr. Berdasarkan uraian tersebut peneliti memfokuskan penelitian pada: (1) Pandangan wali dan pemohon tentang tradisi weton (adat jawa). (2) Pandangan hakim tentang penetapan wali adhol karena wali mempercayai tradisi weton (adat jawa).
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang menghasilkan data deskriptif. Data diperoleh dari hasil wawancara dan dokumentasi berkas perkara putusan yang berkaitan dengan perkara yang diteliti. Dari data yang diperoleh. peneliti melakukan perbandingan data untuk memperoleh persamaan serta perbedaan pandangan secara utuh.
Dari data yang telah diperoleh, Hakim menganggap weton adalah kepercayaan masyarakat jawa yang tidak ada dalam aturan hukum Islam. Menurutnya, istilah weton tersebut tidak ada dalam Al-Qur'an dan Hadits. Dalam menetapkan adholnya wali, hakim melihat alasan penolakan wali tersebut dibenarkan syara' atau tidak. Karena weton tidak ada dalam aturan hukum syar'i maka hal tersebut tidak termasuk yang dibenarkan syara'. Hakim menganggap apabila tidak dikabulkan permohonan pemohon dikhawatirkan akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti zina atau kawin lari. Dasar Hukum yang digunakan Hakim dalam memutus perkara ialah menggunakan Qaidah Fiqiyah yaitu "Menghindari (menghentikan kerusakan lebih didahulukan dari pada mengharap (terciptanya) kemashlahatan (yang belum pasti).
Tidak tersedia versi lain