Text
RELEVANSI KRITERIA ADIL BAGI SAKSI DALAM PEMBUKTIAN MENURUT FIKIH MADHHAB SHA
Pembuktian merupakan salah satu tahapan penting dalam proses persidangan di Pengadilan Agama. Saksi merupakan salah satu dari alat-alat bukti yang bisa diajukan dalam tahapan acara pembuktian di Peradilan Agama. Namun terdapat perbedaan tentang syarat saksi yang bisa diajukan di persidangan menurut Hukum Acara Peradilan Agama dengan fikih Madhhab Sha>fi’i yang mengharuskan beberapa syarat, di antara syarat tersebut adalah bahwa saksi yang bisa diajukan di persidangan harus memiliki sifat adil. Selanjutnya, penelitian ini bermaksud untuk meneliti dan menganalisis relevansi kriteria adil bagi saksi dalam pembuktian menurut fikih Madhhab Sha>fi’i dalam Hukum Acara Peradilan Agama.
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian Library research (penelitian kepustakaan) dan penulis menggunakan pendekatan kualitatif. Sedangkan dalam pengumpulan data digunakan teknik dokumentasi (kepustakaan). Proses analisa data menggunakan teknik content analisys (analisis isi), yaitu teknik penelitian dengan mencari bentuk, struktur serta pola yang beraturan dalam teks dan membuat penarikan atas dasar keteraturan yang ditemukan.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa 1) Kriteria saksi yang bisa diterima kesaksiannya di persidangan menurut Hukum Acara Peradilan Agama harus memenuhi beberapa syarat, yaitu : orang yang cakap, keterangan disampaikan di sidang pengadilan, diperiksa satu persatu, mengucapkan sumpah di depan persidangan, keterangan berdasarkan alasan dan sumber pengetahuan, keterangan saksi minimal dua orang yang dapat dinilai sebagai barang bukti, saling bersesuaian, terpenuhi syarat formil, terpenuhi syarat materiil dan nilai pembuktian saksi. 2) Kriteria-kriteria atau syarat bagi saksi yang bisa diajukan dalam hukum fikih Madhhab Sha>fi’i adalah : beragama Islam, baligh (dewasa menurut Islam), berakal, merdeka dan ‘adil. Dan kriteria ‘adil bagi saksi dalam pembuktian yang diusung dalam hukum fikih menurut Madhhab Sha>fi’i adalah : menjauhi dosa besar, tidak melakukan dosa kecil secara terus-menerus, sehat ideologinya (‘aqidahnya), bisa mengontrol emosi, menjaga harga diri (muruah). 3) Syarat ‘adil bagi saksi dalam pembuktian menurut fikih Madhhab Sha>fi’i tidak relevan dengan hukum acara yang berlaku di lingkungan Peradilan Agama di Indonesia. Maka perlu kiranya untuk mensinergikan dan melakukan harmonisasi antara semangat dalam nilai-nilai bernegara dengan semangat dalam nilai-nilai beragama.
Tidak tersedia versi lain