Text
Praktek Jual Beli di Kantin Kejujuran Oleh Siswa MTsN 2 Kota Kediri Ditinjau dari Fiqih Muamalah
MTsN 2 kota Kediri terdapat salah satu aktivitas siswa yang berkaitan dengan praktik jual beli yaitu praktik jual beli di kantin kejujuran. Praktik jual beli di kantin kejujuran berbeda dengan praktik jual beli yang ada di MTsN lainnya, dimana praktik jual beli di kantin kejujuran antara penjual dan pembeli tidak bertemu di tempat transaksi jual beli. Pembeli yang akan membeli dan membayar barang beliannya langsung di masukkan dalam kotak uang yang ada di kantin kejujuran yang telah disediakan. Praktik jual beli yang berada di kantin kejujuran sangat merugikan salah satu pihak khususnya penjual. Sehingga mendorong peneliti untuk melakukan penelitian dengan fokus penelitian: 1) Bagaimanakah pelaksanaan praktik jual beli di kantin kejujuran? 2) Bagaimanakah pandangan hukum Islam terhadap praktik jual beli kantin kejujuran di MTsN 2 Kota Kediri?
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian lapangan (field research) yaitu kegiatan penelitian yang dilakukan di lingkungan masyarakat. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data primer yaitu sumber data yang diperoleh langsung dari pengurus kantin kejujuran, dan siswa MTsN 2 Kota Kediri, serta sumber data sekunder yaitu sumber data yang diperoleh dari catatan dan buku-buku yang terkait pada permasalahan yang penulis kaji. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode observasi, wawancara, dan dokumentasi, kemudian teknik analisis data yang digunakan yaitu analisis deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa pelaksaan praktek jual beli di kantin kejujuran MTsN 2 Kota Kediri tidaklah sama dengan kantin-kantin yang ada di sekitar sekolah, yang mana transaksi jual belinya tidak bertemu secara langsung. Sedangkan menurut pandangan hukum Islam terdapat perbedaan hukum antar madzhab. Imam Syafi’i tidak memperbolehkan jual beli tersebut (tidak sah akadnya), karena harus ada sifat kerelaan yang dibuktikan dengan adanya ijab dan qabul antara penjual dan pembeli (muatho’h). Menurut pendapat Imam Hanafi dan Iman Nawawi dan Iman Bagowi Maliki memperbolehkan jual beli tersebut (sah akadnya), karena masih dalam lingkupan muamalah yang kecil (jual beli makanan ringan) dan hal tersebut sudah menjadi kebiasaan (‘urf).
Tidak tersedia versi lain