Text
Al-waqt dalam pandangan sayyid qutb: telaah kitab tafsir fi zilal al-qur’an / Nadzirotul Musyafa'ah
Kata Kunci: al-Waqt, Tafsir fi Zilal al-Qur’an.
Penelitian ini mengambil judul “al-waqt dalam pandangan Sayyid Qutb: Telaah kitab Tafsir fi Z}ilal al-Qur’an” penelitian ini menarik untuk diangkat karena selama ini kecenderungan manusia modern adalah hanya mementingkan dimensi material dari pada dimensi spritual. Pandangan Sayyid Qutb terhadap persoalan ini, diharuskannya seorang muslim sejati yang diharapkan agama adalah pribadi yang menghargai waktu. tidak patut menunggu dimotivasi oleh orang lain untuk mengelola waktunya, sebab hal itu sudah merupakan kewajiban bagi setiap muslim. Ajaran islam menganggap pemahaman terhadap hakikat menghargai waktu sebagai salah satu indikasi keimanan dan bukti ketaqwaan, sebagaimana tersirat dalam surah Al-Furqan (25): 62 yang berbunyi “Dan Dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur.”
Dari penelitian ini ditemukan informasi, begitu pentingnya waktu dalam al-Qur’an, sehingga, Allah SWT sering bersumpah (qosam) menggunakan WAKTU. “Wa al-‘asr” (Demi waktu ashar/Demi masa), “Wa ad-duha” (Demi waktu dluha), “Wa al-laili idha saja” (Demi waktu malam ketika gelap) adalah kata-kata yang sering kita temui di dalam Al-qur’an. Surat Al-‘Ashr mengabarkan agar manusia benar-benar menyeleksi dan mempertimbangkan setiap aktivitas dan tindakanya. Manusia diperintahkan untuk melakukan kebaikan, agar memberikan manfaat untuk kehidupan. Itu sebabnya manusia harus mempertimbangkan dampak dari kegiatannya. Setiap aktivitas manusia harus diniatkan untuk ibadah. Aktivitas yang baik akan memberikan kepuasan batin dan akan menjadi amal ibadah sebagai bekal kehidupan akherat.
Penelitian ini ditemukan jawaban dari pandangan Sayyid Qutb terhadap persoalan yang diangkat, diantaranya bahwa waktu manusia adalah umurnya yang sebenarnya, waktu tersebut adalah waktu yang dimanfaatkan untuk mendapatkan kehidupan yang abadi dan penuh kenikmatan dan terbebas dari kesempitan dan adzab yang pedih. Karena berlalunya waktu lebih cepat dari berjalannya awan (mendung). Barangsiapa yang waktunya hanya untuk ketaatan dan beribadah pada Allah, maka itulah waktu dan umurnya yang sebenarnya. Selain itu tidak dinilai sebagai kehidupannya, namun hanya teranggap seperti kehidupan binatang ternak. Jika waktu hanya dihabiskan untuk hal-hal yang membuat lalai, untuk sekedar menghamburkan syahwat (hawa nafsu), berangan-angan yang batil, hanya dihabiskan dengan banyak tidur dan digunakan dalam kebatilan, maka sungguh kematian lebih layak bagi dirinya itu. Dan menyia-nyiakan waktu lebih buruk daripada kematian. Sebab menyia-nyiakan waktu akan memutus hubungan manusia dengan Allah dan kehidupan akhirat, sementara kematian akan memutuskan hubungan manusia dengan dunia dan para penghuninya.
Tidak tersedia versi lain