Text
Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktek Jual Beli Tebu Di Desa Sumberjo, Kec. Ngasem, Kab. Kediri
Mochamad Ali Mas Har, Dosen Pembimbing MUHAMAD MUHAIMIN, M.Ag dan H. AHMAD SYAKUR, MEI.: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktek Jual Beli Tebu Di Desa Sumberjo, Kec. Ngasem, Kab. Kediri, Ekonomi Islam, Syari’ah, STAIN Kediri,2014.
Kata kunci: Hukum Islam, Jual Beli Tebu
Jual beli merupakan sarana tolong-menolong antara sesama manusia, jual beli tidak hanya segala sesuatu yang berhubungan dengan kebutuhan hidup, yang berhubungan dengan materi atau ekonomi, akan tetapi jual beli juga erat kaitannya dengan pergaulan sehari-hari atau dalam kehidupan sosial. Oleh karena itu, Islam mengatur kebolehanya secara terperinci dalam Alqur’an dan Hadits. Dalam bidang pertanian khususnya pertanian tebu, pada prakteknya jual beli sudah mengalami banyak perkembangan sehingga menumbuhkan bentuk jual beli yang tidak sesuai dengan kehendak syar’i dalam bentuk yang baru. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui praktek jual beli tebu di Desa Sumberjo Kecamatan Ngasem Kabupaten Kediri dan pandangan hukum islam terhadap praktek jual beli tersebut.
Penelitian ini berlokasi di Desa Sumberjo Kecamatan Ngasem Kabupaten Kediri. Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari petani tebu di Desa Sumberjo dengan menggunakan metode wawancara dan observasi, Sedangkan data sekunder diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi, sudah dikumpulkan dan diolah oleh pihak lain, berupa bukti-bukti, catatan atau laporan yang terkait dengan penelitian yang diperoleh dari buku-buku dan referensi lain yang membahas tantang penelitian sejenis. Metode analisis yang dilakukan adalah deskriptif-analisis, yaitu setelah dilakukan deskripsi dari hasil penelitian dilakukan analisis secara kritis terhadapya berdasarkan landasan teori.
Hasil penelitian megungkapkan bahwa terdapat dua bentuk jual beli tebu di Desa Sumberjo Kecamatan Ngasem Kabupaten Kediri, yaitu jual beli tebu siap panen dan belum siap panen. Pada jual beli tanaman tebu siap panen, dalam prakteknya sudah sesuai dengan kehendak syar’i. Hal tersebut berdasar pada kesesuaian antara data yang ditemukan dilapangan dengan teori yang dipaparkan (syarat dan rukun jual beli). Sedangkan pada jual beli tanaman tebu belum siap panen pada prakteknya belum memenuhi syarat dan rukun jual beli, yaitu fasidnya objek akad tunas tebu pada jual beli tebu belum siap panen dapat diklasifikasikan menjadi tebu umur 0-6 dan umur 1-6. Pada tebu umur 0-6 pada hakikatnya jual beli yang dipraktekkan sudah sesuai syar’i. Sedangkan untuk tebu umur 1-6 dapat disamakan dengan buah yang belum matang, maka untuk mensiasati keadaan tersebut diterapkan praktek ijarah terhadap tanah yang didalamnya terdapat tunas tebu, dimana tunas tersebut dijadikan objek jual beli sebagai bakal bibit pada tanah yang telah diijarahkan.
Tidak tersedia versi lain