Text
Konsep Al-Du'a' perspektif Shaikh Nawai Al-Bantani dalam Tafsir Al-Munir : Kajian dengan pendekatan Mawdu'i
IMAM TURMUDI, Dosen Pembimbing Drs. H. A. SHOBIRI MUSLIM M.Ag. dan M. ZAENAL ARIFIN, M.Hi., Konsep al-Du’ā’ Persepektif Shaikh Nawawī al-Bantanī dalam Tafsīr al-Munīr : Kajian dengan Pendekatan Mawdū’ī, Tafsir Hadits, Ushuluddin dan Ilmu Sosial, STAIN Kediri 2012.
Kata Kunci: Al-Du’ā’, Shaikh Nawawī, Tafsīr al-Munīr.
Al-Du’ā’ merupakan salah satu sarana untuk menyampaikan harapan seorang hamba kepada Khaliknya. Al-Du’ā’ juga dapat dijadikan sebagia suatu bentuk ibadah manusia kepada Allah SWT. Hal ini karena pada hakekatnya manusia dengan segala usahanya tidak dapat terlepas dari takdir Allah SWT. Kita diberi kebebasan untuk berkreasi dan berusaha memenuhi sesuatu yang dibutuhkan. Namun karena keterbatasannya, pada akhirnya tetap meminta dan memmohon bantuan Allah. Agar al-du’ā’ atau permohonan yang dipanjatkan dapat dikabulkan oleh Allah, ada beberapa hal yang harus dicermati oleh orang yang akan berdo’a. Mengenai hal ini Allah menyampaikannya di dalam al-Qur’an. Salah satu kitab tafsir yang dapat dijadikan sebagai sumber rujukan untuk meneliti masalah ini adalah kitab Tafsīr al-Munīr karya Shaikh Nawawī al-Bantanī. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui Konsep al-Du’ā’ Persepektif Shaikh Nawawī al-Bantanī dalam Tafsīr al-Munīr : Kajian dengan Pendekatan Mawdū’ī, yang didalamnya akan menitik beratkan pada pandangan Shaikh Nawawī al-Bantanī tentang terkabulnya al-du’ā’ dalam Tafsīr al-Munīr.
Penelitian jenis kajian kepustakaan ini dilakukan dengan cara dokumentasi, yaitu mengumpulkan data dengan cara mencari dan membaca serta menelaah data kualitatif yang sesuai dengan tema dari sumber primer dan sumber sekunder yang telah ditentukan dari karya pustaka untuk selanjutnya dikumpulkan menjadi satu. Data yang telah terkumpul kemudian dianalisa dengan metode deduktif. Argumen-argumen dirangkai secara runtut dan ditata secara berkesinambungan serta mempunyai sumber rujukan yang jelas sehingga dapat dipertanggung jawabkan dan dapat dinilai sebagai karya ilmiah.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa agar Al-du’ā’ yang kita panjatkan dikabulkan oleh Allah, ada beberapa pandangan Shaikh Nawawī Al-Bantanī dalam Tafsīr Al-Munīr tentang terkabulnya al-du’ā’, yang peneliti klasifikasikan dalam tiga bagian yaitu: (1) Kualitas kepribadian, di antaranya orang yang berdo’a harus makan makanan halal dan yakin do’anya akan dikabulkan, semata karena ketaatan terhadap perintah Allah, ikhlas hanya kepada Allah, sabar ketika terkena cobaan dan bersyukur ketika mendapat nikmat, berulang-ulang dan disertai rendah hati, Istiqāmah dan tidak isti’jāl, sesuatu yang dimohon hendaknya tidak ditentukan dan ittiba’ kepada Rasulullah SAW. (2) Berkaitan dengan waktu, di antaranya berdo’a pada waktu sahur atau malam hari, pada hari Jum’at, ketika sujud, ketika turun hujan, mendirikan shalat, ketika ada gempa atau bencana dan setelah shalat hajat. (3) Berkaitan dengan tempat, di antaranya berdoa di Masjid al-Haram, di padang Arafah dan di Astuwānah ‘Ā’ishah (Masjid al-Nabawi
Tidak tersedia versi lain