Text
Intelektualitas sahabat Nabi SAW sebagai syarat keshahihan hadist/ Zaenal Hamam
ZAENAL HAMAM, Dosen Pembimbing Drs. H. A. Shobiri Muslim M.Ag. dan M. Shofiyul Huda MF, M.Ag., Intelektualitas Sahabat Nabi SAW. Sebagai Syarat Keshahihan Hadits, Tafsir Hadits, Ushuluddin dan Ilmu Sosial, STAIN Kediri 2011.
Kata Kunci: Intelektualitas, Syarat Keshahihan Hadits
Kitab hadits sebagai dokumen ajaran Islam kedua setelah al-Qur’an, otentisitasnya sangat tergantung kepada para perawi. Riwayat perawi bisa keliru karena salah satu dari dua faktor. Pertama perawi tidak adil sehingga –dengan sengaja- berbohong. Kedua perawi tidak ḍābiṭ sehingga –dengan tidak sengaja- menyampaikan hadits yang tidak sama persis dengan apa yang ia terima. Perawi yang terhindar dari dua faktor tersebut disebut thiqah, yaitu adil lagi ḍābiṭ. Oleh karena itu, keshahihan hadits disyaratkan harus diriwayatkan dari dan oleh perawi yang thiqah. Dalam hal ini, sahabat Nabi saw. sebagai saksi pertama harus dinyatakan dulu ke-thiqah-annya. Namun pada kenyataannya, penilainan para ulama bahwa riwayat sahabat Nabi saw. berkualitas shahih -sepanjang yang penulis ketahui- hanya didasarkan pada keadilan sahabat Nabi saw. dan tidak didasarkan pula pada ke-ḍabṭ-annya. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui ke-ḍabṭ-an sahabat Nabi saw. sebagai salah satu syarat keshahihan hadits.
Penelitian jenis kajian kepustakaan ini dilakukan dengan cara dokumentasi, yaitu mengumpulkan data dengan cara mencari dan membaca serta menelaah data kualitatif yang sesuai dengan tema dari sumber primer dan sumber sekunder yang telah ditentukan dari karya pustaka untuk selanjutnya dikumpulkan menjadi satu. Data yang telah terkumpul kemudian dianalisa dengan metode deduktif. Argumen-argumen dirangkai secara runtut dan ditata secara berkesinambungan serta mempunyai sumber rujukan yang jelas sehingga dapat dipertanggung jawabkan dan dapat dinilai sebagai karya ilmiah.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa semua sahabat Nabi saw. adalah ḍābiṭ sebagaimana semua sahabat Nabi saw. adalah adil, atau dengan kata lain bahwa semua sahabat Nabi saw. adalah thiqah, yang kemudian –untuk menggantikan kata “thiqah”- cukup ditulis dengan kata “al-Ṣaḥābah” karena kata “al-Ṣaḥābah” lebih mulia bila dibandingkan dengan kata “thiqah”. Tegasnya, setiap sahabat Nabi saw. pasti thiqah dan tidak setiap thiqah itu sahabat Nabi saw. Oleh karena itu, semua sahabat dapat diterima riwayatnya.
Tidak ada salinan data